Karena keduanya sama-sama organisasi yang mewadahi para guru di
Indonesia dan beraktivitas untuk memfasilitasi berbagai kebutuhan guru
itu sendiri. Keduanya bisa sama-sama jalan beriring tanpa harus
dibenturkan antar keduanya. Dalam beberapa kegiatan IGI sendiri tidak
jarang melibatkan PGRI sendiri sebagai narasumber, seperti pada acara
Launching IGI Jawa Barat tanggal 24 Agustus 2008 yang menghadirkan Prof.
Dr. H. Mohammad Surya sebagai narasumber.
Kalau keduanya mau dibedakan, mungkin hanya pada arah perjuangan dan aktivitas yang dilakukan yang berbeda.
Berdasarkan sejarah lahirnya dan perkembangan PGRI, organisasi ini
lahir 100 hari sejak kemerdekaan RI di Surakarta, 25 November 1945
dengan tujuan utama (1) Membela dan mempertahankan Republik Indonesia
(organisasi perjuangan), (2) Memajukan pendidikan seluruh rakyat
berdasar kerakyatan (organisasi Pendirian PGRI sama dengan EI:
“education as public service, profesi) not commodity” dan (3) Membela
dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya
(organisasi ketenagakerjaan).
Dalam perkembangannya, pada tahun
1998 Kongres PGRI XVIII di Lembang, pada waktu itu Prof.Dr. HM Surya
menjabat sebagai Ketua Umum PB PGRI dan Drs. H. Sulaiman SB Ismaya
sebagai Sekjennya. Kongres ini menghasilkan antara lain:
a. PGRI keluar dari Golkar
b. PGRI menyatakan diri kembali sebagai organisasi perjuangan
(cita-cita proklamasi kemerdekaan dan kesetiaan PGRI hanya kepada bangsa
dan NKRI), organisasi profesi (meningkatkan kualitas pendidikan) dan
organisasi ketenagakerjaan (kembali sebagai Serikat Pekerja
Guru/Teachers Union
Pada tanggal 1 Februari 2003 PGRI
bersama-sama 13 SP/SB yang independen non parpol, berwawasan kebangsaan
membentuk KSPI (Kongres Serikat Pekerja Indonesia). Terpilih Anggota
Dewan Nasional KSPI Harfini Suhardi dan Sanuri Almariz dan Sekjen Dewan
Eksekutif Nasional (DEN) KSPI adalah Drs. WDF Rindorindo.
Pada tahun 2005, PB PGRI beraudiensi dengan Menakertrans (Fahmi Idris) berisi:
1. Mengklarifikasi UU No.21/2000 tentang SP/SB khususnya Pasal 48:
a. PNS berhak menjadi anggota SP/SB.
b. Akan diatur dalam suatu Undang-Undang
2. Pernyataan Menakertrans RI:
a. Pemerintah RI telah meratifikasi Konvensi ILO No. 87 dengan Keppres No. 83 Tahun 1998.
b. PGRI jalan terus sebagai Serikat Pekerja Guru Modern
c. Setiap orang tidak boleh menjadi anggota dua SP dan SB. Karena itu
PGRI yang PNS tinggal memilih menjadi anggota PGRI atau anggota KORPRI.
(Konvensi ILO No.87, keanggotaan SP/SB harus sukarela dan tidak boleh
dipaksa, sesuai dengan HAM, SP/SB harus dibentuk secara demokratis)
3. Menakertrans meminta PGRI dan ILO Indonesia serta Depnakertrans
melaksanakan seminar nasional tentang konvensi ILO nomor 87 dan Keppres
No. 83 Tahun 1998.
4. Menakertrans memberi kesempatan kepada PGRI
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/ kota mendaftarkan kembali PGRI
sebagai SP pada Disnaker provinsi dan kabupaten/kota. (Sumber: situs
Pengurus Besar PGRI oleh weblog
http://tunas63.wordpress.com)
Jadi, selama ini PGRI bernaung di Depnakertrans sebagai Serikat
Pekerja. Sehingga PGRI bisa juga kita sebut sebagai organisasi massa
atau organisasi perjuangan yang memang aktivitasnya selama ini adalah
memperjuangkan kesejahteraan bagi anggotanya.
Berbeda dengan IGI
yang merupakan organisasi profesi guru yang lahir sejak diundangkannya
status keprofesian guru dalam UU Guru dan Dosen pada 2004.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Deklarasi Guru sebagai Bidang
Pekerjaan Profesi dilakukan oleh Presiden SBY, 14 Desember 2004. Setahun
kemudian, pada tanggal 15 Desember 2005 disahkan UU No 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen:
“Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”(Bab
I, Pasal 1).
IGI mendapat pengakuan dari Depkum dan HAM sebagai
organisasi profesi guru dengan pengesahan Depkumham nomor:
AHU-125.AH.01.06. Tahun 2009, tertanggal 26 November 2009. Pengakuan ini
menunjukkan bahwa kiprah IGI selama ini memang sejalan dengan upaya
penguatan profesi guru. IGI terus-menerus meningkatkan mutu, kompetensi
dan profesionalisme guru Indonesia.
Sejumlah program yang digagas
IGI merujuk pada upaya peningkatan kompetensi tersebut. IGI juga
bekerjasama dengan sejumlah BUMN dan perusahaan swasta nasional untuk
sebesar-besarnya bagi peningkatan kompetensi guru. IGI bekerjasama untuk
mengadakan berbagai seminar dan pelatihan agar guru semakin bermutu.
Guru-guru berprestasi didaulat untuk menjadi narasumber dalam setiap
seminar tersebut.
Di sisi lain peranan organisasi profesi sangat diperlukan agar
berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan profesionalisme guru.
Keberadaan organisasi profesi tersebut diharapkan mampu menjadikan ujung
tombak peningkatan profesionalisme guru. Kita sudah mengenal
satu-satunya organisasi profesi guru, yaitu PGRI. Mayoritas guru
dipastikan menjadi anggotanya. Namun, seiring perkembangan waktu, dengan
banyaknya jumlah guru yang ada, PGRI tidak bisa maksimal memberdayakan
potensi s
eluruh guru yang ada.
Inilah barangkali yang menjadi latar belakang munculnya sebuah
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sehingga pada tahun 2016
diundangkanlah aturan baru.
Bunyinya, PGRI bukan satu-satunya
organisasi profesi guru. Angin segar itulah yang menjadikan bertumbuhnya
bebagai jenis organisasi profesi. Di antaranya, IGI.
Keberadaan
IGI yang merupakan salah satu organisasi profesi guru mendapat sambutan
yang bervariasi di berbagai tempat. Salah satu di antaranya banyak yang
masih bertanya apa IGI itu dan apa bedanya IGI dengan PGRI. Secara
fungsi, kedua organisasi itu sama, yaitu meningkatkan profesionalisme
guru. Namun, langkah awal gerakan IGI lebih banyak dititikberatkan pada
peningkatan kemampuan guru untuk lebih baik dalam mengerjakan tugasnya.
Kegiatan yang dilakukan di antaranya ialah mengadakan seminar, workshop,
serta pelatihan dengan menggandeng berbagai pihak ketiga yang
berkompeten. Yang menarik, reward kegiatan tersebut, yakni berupa
sertifikat, akan diberikan setelah satu kegiatan utuh terselesaikan.
Inilah yang menjadikan perkembangan IGI berjalan perlahan. Sebab,
beberapa guru masih mendeteksi tentang fungsi dan manfaat ketika mereka
bergabung di dalamnya. Di sisi lain, tidak jarang ada pula yang sudah
berantipati terhadap kehadiran IGI karena dianggap sebagai rival PGRI.
Di sinilah perlunya pemahaman dan upaya duduk bersama untuk menyatukan
sinergi. Tujuannya, mengoptimalkan visi meningkatkan profesionalisme
guru, khususnya skill dan kompetensi lainnya. Harus sama-sama dipahami
oleh organisasi profesi pendidik, apa pun namanya, bahwa kehadiran
lainnya merupakan mitra untuk peningkatan profesionalisme guru.
Selama niat untuk mewujudkan visi itu ada, tentu saja realisasi tujuan
sinergi itu akan semakin besar. Kita semua tentu berharap tidak ada lagi
friksi yang melibatkan sesama pendidik hanya karena berbeda organisasi
profesi. Sebab, yang jauh lebih penting dari semua itu adalah masa depan
bangsa ini, yang terletak pada anak-anak didik sebagai calon-calon
pemimpin. Kunci ini tak lain terletak pada pendidik itu sendiri. Semoga